Kita bisa mendapatkan informasi dari mana saja. Yang paling mudah dan
paling sering dilakukan adalah mendapatkan informasi dari televisi dan
juga dari radio. Namun selain itu, kita juga bisa mendapatkan informasi
melalui media-media lain, yakni melalui artikel. Selain bisa mendapatkan
informasi, artikel seringkali lebih berbobot dibandingkan acara di
televisi maupun radio. Hal ini disebabkan karena penulis artikel adalah
banyak orang dari berbagai macam golongan. Ada siswa, mahasiswa, guru,
budayawan, sastrawan, peneliti, dosen, dan masih banyak lagi. Artikel
yang dibaca pun dapat lebih berbobot dan tentunya mendapatkan informasi
yang lebih banyak.
Pernahkah kalian menyampaian topik suatu yang diperoleh dari membaca artikel ataupun mendengarkan diskusi. Dengan memperhatikan diskusi dan membaca artikel kita dapat mencatat hal-hal penting yang ada di dalam diskusi, dan kemudian menyampaikan topik yang telah diuraikan dalam artikel atau hasil diskusi tesebut. Selain itu kita juga bisa mengajukan pertanyaan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyampaikan topik suatu uraian kepada orang lain, di antaranya adalah sebagai berikut.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang merupakan pengayom kehidupan berakhlak serta mempunyai nilai-nilai tradisi yang dianut secara luas oleh komunitas.
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.
Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Keluarga
Kesetaraan dan keadilan dalam keluaga dapat dilakukan dengan meningkatkan percaya diri untuk mampu saling berperan dan berpartisipasi aktif dalam pemecahan masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep keluarga. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mengembangkan kemitraan sejajaran yang dinamis di mana laki-laki dan perempuan memilki kesamaan hak, kewajiban, kesempatan, dan kedudukan. Memungkinkan pembagian peran yang dilandasi sikap dan perilaku saling mengasihi dan menghargai yang mendasari keluarga harmonis. Mengatasi tindak kekerasan dan menciptakan suasana damai saling memahami kepantingan, tugas, dan tanggung jawab masing-masing.
Bentuk-bentuk Ketidakadilan Akibat Diskriminasi Gender
1. Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender
Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi. Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.
Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan (Shiva, 1997; Mosse, 1996). Seperti program revolusi hijau yang memiskinkan perempuan dari pekerjaan di sawah yang menggunakan ani-ani. Di Jawa misalnya revolusi hijau memperkenalkan jenis padi unggul yang panennya menggunakan sabit.
2. Subordinasi
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh, apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri.
3. Pandangan stereotipe
Stereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.
Misalnya, pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintahan dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan.
Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
4. Kekerasan
Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.
Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.
5. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
Pernahkah kalian menyampaian topik suatu yang diperoleh dari membaca artikel ataupun mendengarkan diskusi. Dengan memperhatikan diskusi dan membaca artikel kita dapat mencatat hal-hal penting yang ada di dalam diskusi, dan kemudian menyampaikan topik yang telah diuraikan dalam artikel atau hasil diskusi tesebut. Selain itu kita juga bisa mengajukan pertanyaan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyampaikan topik suatu uraian kepada orang lain, di antaranya adalah sebagai berikut.
-
Mencari artikel yang akan dibaca.
Dengan banyaknya artikel yang ada, tentu saja menjadi semakin mudah untuk mencari artikel yang akan dibaca. Banyak media cetak maupun media internet yang bisa digunakan untuk mencari artikel. Tema artikel yang beragam, juga membuat artikel yang menjadi pilihan semakin bervariasi. Pilih artikel yang menarik dan sesuai kesukaan. Jika ingin membahas artikel terbaru tentang keadaan bangsa, bisa mencari media cetak seperti koran dan majalah. Jika ingin membahas tentang hasil penelitian, bisa mencari di jurnal-jurnal penelitian. Dan jika ingin membahas tentang lingkungan ataupun tanaman, bisa mencari di majalah-majalah khusus yang bertema. -
Membaca artikel dengan teliti dan memahami artikel secara utuh.
Kita tidak bisa memahami artikel jika kita tidak membaca artikel secara teliti dan menyeluruh. Jangan membaca artikel dengan cara diloncat-loncat antarkalimat dan antarparagraf. Karena artikel merupakan satu tulisan yang isinya sambung-menyambung, tidak berdiri sendiri-sendiri. Sehingga kita harus membaca artikel secara keseluruhan untuk bisa memahami isi artikel dan pokok-pokok artikel secara keseluruhan pula. Jangan lupa untuk memahami tiap bagian yang kita baca dalam artikel. -
Mencatat pokok-pokok artikel.
Setelah membaca artikel, segeralah untuk mencatat pokok-pokok yang ada dalam artikel, sebelum kita lupa dengan apa yang telah kita baca tadi. Pokok-pokok artikel adalah garis besar dalam artikel yang telah kita baca tersebut. -
Mencatat topik atau pokok permasalahan.
Setelah mencatat pokok-pokok artikel, maka kita akan menemukan topik yang dibahas dalam artikel serta menemukan pokok permasalahan di dalam artikel. -
Memberikan pendapat beserta alasan.
Setelah kita melakukan langkah-langkah di atas, maka kita dapat mengomenti topik-topik uraian yang telah kita baca tersebut. Mendapat topik uraian didapat dari kita membaca, memahami serta mencatat topik dari artikel yang telah kita baca. -
Menyampaikan uraian kepada orang lain.
Sampaikan uraian mengenai topik pada teman kita. Uraian tersebut adalah hasil membaca dan mengomentari topik uraian yang ada dalam artikel. -
Mengadakan tanya jawab seputar uraian yang telah kita sampaikan tersebut.
Langkah terakhir adalah tanya jawab. Tanya jawab ini untuk mengetahui sedalam apa orang lain memahami dari uraian kita mengenai topik artikel yang kita sampaikan.
Kesetaraan dan Keadilan Gender
Oleh Hj. Fajar Hidayanto
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,
agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak
adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Keadilan
gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan
laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran,
beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan
maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang merupakan pengayom kehidupan berakhlak serta mempunyai nilai-nilai tradisi yang dianut secara luas oleh komunitas.
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.
Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Keluarga
Kesetaraan dan keadilan dalam keluaga dapat dilakukan dengan meningkatkan percaya diri untuk mampu saling berperan dan berpartisipasi aktif dalam pemecahan masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep keluarga. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mengembangkan kemitraan sejajaran yang dinamis di mana laki-laki dan perempuan memilki kesamaan hak, kewajiban, kesempatan, dan kedudukan. Memungkinkan pembagian peran yang dilandasi sikap dan perilaku saling mengasihi dan menghargai yang mendasari keluarga harmonis. Mengatasi tindak kekerasan dan menciptakan suasana damai saling memahami kepantingan, tugas, dan tanggung jawab masing-masing.
Bentuk-bentuk Ketidakadilan Akibat Diskriminasi Gender
1. Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender
Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi. Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.
Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan (Shiva, 1997; Mosse, 1996). Seperti program revolusi hijau yang memiskinkan perempuan dari pekerjaan di sawah yang menggunakan ani-ani. Di Jawa misalnya revolusi hijau memperkenalkan jenis padi unggul yang panennya menggunakan sabit.
2. Subordinasi
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh, apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri.
3. Pandangan stereotipe
Stereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.
Misalnya, pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintahan dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan.
Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
4. Kekerasan
Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.
Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.
5. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar