z

Senin, 26 Oktober 2015

Tugas ke-4 Bahasa Indonesia 1 #

Pengertian Kalimat

suatu bahasa kecil yang merupakan kesatuan pikiran. Dalam bahasa lisan kalimat diawali dan diakhiri dengan kesenyapan, dan dalam bahasa tulis diawali dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru dan tanda tanya. Kalimat disusun berdasarkan unsur-unsur yang berupa kata, frasa, dan / atau klausa. Jika disusun berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur tersebut mempunyai fungsi dan pengertian tertentu yang disebut bagian kalimat. Ada bagian yang tidak dapat dihilangkan, ada pula bagian yang dapat dihilangkan. Bagian yang tidak dapat dihilangkan itu disebut inti kalimat, sedangkan bagian yang dapat dihilangkan bukan inti kalimat. Bagian inti dapat membentuk kalimat dasar dan bagian bukan inti dapat membentu kalimat luas.
Contoh 1 :
Buku ini baru terbit.
Isinya sungguh bagus!
Di mana buku ini dapat dibeli?
Contoh 2 :
1) Menulis itu mudah. (2) Kemudahan menulis dapat dirasakan oleh setiap orang yang mempelajarinya secara serius. (3)   kemudahan menulis itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal, yaitu : menentukan ide, mengorganisasi ide, dan mengeksresikan ide tersebut dengan kalimat efektif sehinga menjadi sebuah karangan utuh
Paragraph tersebut terdiri atas tiga buah kalimat. Kalimat (1) berupa kalimat dasar terdiri atas dua bagian kalimat inti, yakni : /menulis ilmiah itu/ mudah/. Kalimat (2) berupa kalimat luas tersendiri atas dua bagian inti dan satu bagian bukan inti: kemudahan menulis/ dapat dirakan/ oleh setiap orang yang mempelajarinya secara serius/ . Kalimat (3) berupa kalimat luas terdiri dari dua bagian inti dan dua bukan inti: kemudahan menulis itu dapat dikelompokkan/ ke dalam tiga hal/ yaitu menentukan ide, mengorganisasi ide, dan mengkreasikan ide tersebut menjadi sebuah karangan yang lengkap.
Contoh tersebut menunjukkan bahwa kalimat pertama berupa kalimat dasar, sedangkan kalimat kedua dan ketiga berupa kalimat luas.

Unsur-unsur Kalimat

Suatu kalimat terdiri dari beberapa unsur antara lain :
1. Predikat (P)
Predikat dalam pandangan aliran struktural dianggap unsur yang paling penting dan merupakan inti kalimat. Predikat dalam bahasa Indonesia bisa berwujud kata atau frasa verbal, adjektival, nominal, numeral, dan preposisional.
Perhatikan beberapa contoh kalimat di bawah ini:
a. Yasmina duduk-duduk di ruang tamu.
b. Anda dan saya tidak harus pergi sekarang.
c. Letusan Gunung Merapi keras sekali.
d. Makanan itu mahal.
e. Ayah saya guru bahasa Indonesia.
f. Anda guru?
g. Anak kami tiga .
h. Peserta audisi itu puluhan ribu orang.
i. Dia dari Medan
j. Pak Nurdin ke Saudi.
Pada sepuluh kalimat di atas, terdapat bagian yang dicetak miring. Ada yang berbentuk kata maupun frasa (lebih dari satu kata). Kata atau frasa yang dicetak miring tersebut berfungsi sebagai predikat.
Kalimat a dan b adalah contoh kalimat dengan predikat berkategori verbal, disebut kalimat verbal. Kalimat c dan d adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori adjektival, disebut kalimat adjektival. Kalimat e dan f adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori nominal, disebut kalimat nominal. Kalimat g dan h adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori numeral, disebut kalimat numeral. Kalimat i dan j adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori preposisional, disebut kalimat preposisional.
2. Subjek (S)
Disamping predikat, kalimat umumnya mempunyai unsur yang berfungsi sebagai subjek. Dalam pola kalimat bahasa Indonesia, subjek biasanya terletak sebelum predikat, kecuali jenis kalimat inversi. Subjek umumnya berwujud nomina, tetapi pada kalimat-kalimat tertentu, katagori lain bisa juga mengisi kedudukan subjek.
Pada sepuluh contoh kalimat di atas, kata atau frasa Yasmina, Anda dan saya, letusan Gunung Merapi, makanan itu, ayah saya, anak kami, peserta audisi itu, dia, dan Pak Nurdin berfungsi sebagai subjek. Subjek yang tidak berupa nomina, bisa ditemukan pada contoh kalimat seperti ini:
1. Merokok merupakan perbuatan mubazir.
2. Berwudlu atau bertayamum harus dilakukan sebelum sholat.
3. Tiga adalah sebuah angka.
4. Sakit bisa dialami semua orang.
3. Objek (O)
Objek bukan unsur wajib dalam kalimat. Keberadaanya umumnya terletak setelah predikat yang berkatagori verbal transitif. Objek pada kalimat aktif akan berubah menjadi subjek jika kalimatnya dipasifkan. Demikian pula, objek pada kalimat pasif akan menjadi subjek jika kalimatnya dijadikan kalimat aktif. Objek umumnya berkatagori nomina.
Berikut contoh objek dalam kalimat:
a. Dr. Ammar memanggil suster Ane.
b. Adik dibelikan ayah sebuah buku.
c. Kami telah memicarakan hal itu
Suster ane, ayah, sebuah buku, dan hal itu pada tiga kalimat di atas adalah contoh objek. Khusus pada kalimat b. Terdapat dua objek yaitu ayah (objek 1) dan sebuah buku (objek 2)
4. Pelengkap (PEL)
Pelengkap atau komplemen mirip dengan objek. Perbedaan pelengkap dengan objek adalah ketidakmampuannya menjadi subjek jika kalimatnya yang semula aktif dijadikan pasif. Perhatikan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di bawah ini. Kata-kata tersebut berfungsi sebagai pelengkap bukan objek.
Contoh:
a. Indonesia berdasarkan Pancasila
b. Ardi ingin selalu berbuat kebaikan
c. Kaki Cecep tersandung batu.
5. Keterangan (K)
Unsur kalimat yang tidak menduduki subjek, predidkat, objek, maupun pelengkap dapat diperkirakan menduduki fungsi keterangan. Berbeda dengan O dan PEL. yang pada kalimat selalu terletak dibelakang P, unsur yang berfungsi sebagai keterangan (K) bisa terletak di depan S atau P.
Contoh:
a. Di perpustakaan kami membaca buku itu.
b. Kami membaca buku itu di perpustakaan.
c. Kami /di perpustakaan/ membaca buku itu.
d. Tono mencabut paku dengan tang.
e. Dengan tang Tono mencabut paku.
f. Tono /dengan tang/ mencabut paku.
Pada enam kalimat di atas, tampak bahwa frasa di perpustakaan dan dengan tang yang berfungsi sebagai keterangan mampu ditempatkan di awal maupun di akhir. Khusus jika ditempatkan antara S dan P, cara membacanya (intonasi) harus diubah sedemikian rupa (terutama jeda) agar pemaknaan kalimat tidak keliru.
Dilihat dari bentuknya, keterangan pada sebuah kalimat bisa dikenali dari adanya penggunaan preposisi dan konjungsi (di, ke, dari, kepada, sehingga, supaya, dan sejenisnya.). Akan tetapi, tidak semua keterangan berciri demikian, ada pula keterangan yang berbentuk kata, seperti pada contoh berikut:
a. Kami telah mengengoknya kemarin.
b. Tiga tahun kami telah bekerja sama dengannya.

Pola Kalimat

Kalimat yang kita gunakan sesungguhnya dapat dikembalikan ke dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua kalimat yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja. Sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing, kalimat dasar tersebut kita kembangkan, yang pengembangannya itu tentu saja harus didasarkan pada kaidah yang berlaku.
Berdasarkan keterangan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat dasar ialah kalimat yang berisi informasi pokok dalam struktrur inti, belum mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa penambahan unsur seperti penambahan keterangan kalimat ataupun keterangan subjek, predikat, objek, ataupun pelengkap. Kalimat dasar dapat dibedakan ke dalam delapan tipe sebagai berikut.
1.) Kalimat Dasar Berpola S P
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek dan predikat. Predikat kalimat untuk tipe ini dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, atau kata bilangan. Misalnya:
  • Mereka / sedang berenang. = S / P(Kata Kerja)
  • Ayahnya / guru SMA. = S / P (Kata Benda)
  • Gambar itu / bagus.= S / P (Kata Sifat)
  • Peserta penataran ini / empat puluh orang. = S / P (kata bilangan)
2.) Kalimat Dasar Berpola S P O
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan objek. subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba transitif, dan objek berupa nomina atau frasa nominal. Misalnya:
  • Mereka / sedang menyusun / karangan ilmiah. = S /P / O
3.) Kalimat Dasar Berpola S P Pel.
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan pelengkap. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif atau kata sifat, dan pelengkap berupa nomina atau adjektiva. Misalnya:
  • Anaknya / beternak / ayam. = S / P / Pel.
4.) Kalimat Dasar Berpola S P O Pel.
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap. subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, dan pelengkap berupa nomina atau frasa nominal. Misalnya:
  • Dia / mengirimi / saya / surat. = S / P / O / Pel.
5.) Kalimat Dasar Berpola S P K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan harus memiliki unsur keterangan karena diperlukan oleh predikat. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya:
  • Mereka / berasal / dari Surabaya. = S / P / K
6.) Kalimat Dasar Berpola S P O K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan. subjek berupa nomina atau frasa nomina, predikat berupa verba intransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya:
  • Kami / memasukkan / pakaian / ke dalam lemari. = S / P / O / K
7.) Kalimat Dasar Berpola S P Pel. K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, pelengkap, dan keterangan. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif atau kata sifat, pelengkap berupa nomina atau adjektiva, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya :
  • Ungu / bermain / musik / di atas panggung. = S / P / Pel. / K
8.) Kalimat Dasar Berpola S P O Pel. K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, pelengkap berupa nomina atau frasa nominal, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya:
  • Dia / mengirimi / ibunya / uang / setiap bulan. = S / P / O / Pel. / K
http://elgrid.wordpress.com/2011/12/26/pengertian-kalimat-2/
http://ridwanaz.com/umum/bahasa/pengertian-kalimat-definisi-kalimat/
http://agiboyz.wordpress.com/2012/10/30/tugas-softskill-3-pengertian-kalimat/

Selasa, 13 Oktober 2015

Tugas ke-3 Bahasa Indonesia 1 #



DIKSI (PILIHAN KATA)

            Dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan apa yang ingin kita utara kan. Berbicara memang hal yang mudah , namun kita juga harus memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam suatu bahasa dan bagaimana cara penyampaiannya secara benar. Yang kita harus perhatikan yaitu , dengan siapa kita berbicara, pada situasi formal atau non formal, pemilihan bahasa yang akan di gunakan dan termasuk pilihan kata yang tepat. Dalam kesempatan kali ini, akan di bahas mengenai bagaimana menggunakan kata-kata atau kosa kata yang tepat dalam bahasa yang biasa di sebut dengan diksi atau pilihan kata.

PENGERTIAN DIKSI

Berikut ini pengertian diksi menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :

1.            Pengertian diksi menurut Gorys Keraf
Diksi dan gaya bahasa di tuliskan dalam beberapa poin yang penting , yaitu :
·         Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang harus di pakai untuk mencapai suatu gagasan, cara membentuk kelompok kata yang tepat atau penggunaan ungkapan dan gaya bahasa yang baik di pakai dalam situasi tertentu.
·         Diksi adalah kemampuan dalam membedakan nuansa makna gagasan yang ingin di sampaikan sekaligus kemampuan untuk menemukan bentuk kata yang sesuai dengan situasi sehingga memiliki nilai rasa yang tinggi.
·         Diksi yang tepat dan sesuai mungkin hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki perbendaharaan kata luas.

2.            Pengertian diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)
Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat makna dari suatu gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan aturan-aturan berbahasa yang ada dalam suatu lingkungan masyarakat.
Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu maksud kepada lawan bicara, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

FUNGSI DIKSI

Adapun fungsi dari diksi antara lain sebagai berikut :
1.               Memudahkan pembaca atau pendengar untuk memahami secara benar apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis
2.               Untuk mencapai target komunikasi yang efektif
3.               Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
4.               Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.

SYARAT-SYARAT PEMILIHAN KATA (DIKSI)

            Agar menghasilkan cerita yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.                     Dalam pemilihan kata haruslah tepat agar gagasan yang akan di sampaikan dapat tersampaikan secara jelas
2.                     Dapat di bedakan secara jelas mana makna denotasi dan mana makna konotasi
3.                     Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
4.                     Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri.


MACAM MACAM HUBUNGAN MAKNA :

1.            Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan / kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat.
2.            Antonim.
Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna /ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil.
3.            Polisemi.
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
4.            Hiponim.
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
5.            Hipernim.
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain.
6.            Homonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti.
7.            Homofon.
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.
8.            Homograf.
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.


MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF

            Makna denotatif biasa disebut dengan makna asli. Makna asli disini berarti adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Makna denotatif disebut juga dengan istilah; makna denatasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional. Disebut makna denotasional, konseptual, referensial dan ideasional, karena makna itu mengacu pada referensi, konsep atau ide tertentu dari suatu referensi. Disebut makna kognitif karena makna itu berhubungan dengan kesadaran, pengetahuan dan menyangkut rasio manusia. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal.

            Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotasi yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.

KATA BAKU DAN TIDAK BAKU

            Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. sebagai sumber utama bahasa baku adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata baku digunakan dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat.
            Bahasa baku ( kata baku ) adalah bahasa atau kata yang mengikuti ragam atau kaidah yang telah ditentukan atau telah dilazimkan berdasarkan ejaan yang telah disempurnakan.

Fungsi bahasa baku adalah:
1.            Fungsi pemersatu
2.            Fungsi pemberi kekhasan
3.            Fungsi pembawa kewibawaan
4.            Fungsi sebagai kerangka acuan

Ciri-ciri bahasa baku:
1.            Kemantapan dinamis
2.            Kecendikiaan
3.            Keragaman kaidah

Penggunaan bahasa baku:

1.                     Alat komunikasi resmi, seperti dalam upacara kenegaraan, rapat dinas, administrasi pemerintahan, surat-menyurat resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.
2.                     Sebagai bahasa pengantar dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
3.                     Bahasa dalam wacana teknis, seperti laporan kegiatan, laporan penelitian, usulan proyek, karangan ilmiah, lamaran pekerjaan, seminar ilmiah, makalah ilmiah, artikel/karangan tentang sesuatu ilmu yang ditulis dalam majalah atau buku, dan sebagainya.
4.                     Alat pembicaraan dengan orang-orang yang patut dihormati dan/atau orang-orang yang belum atau baru saja dikenal.

Referensi :
http://dilihatya.com/2052/pengertian-diksi-menurut-para-ahli (diakses pada 13 Oktober 2015 pukul 06.00 WIB)
http://makalahdanskripsi.blogspot.co.id/2009/06/makna-denotatif-makna-konotatif-dan.html (diakses pada 13 Oktober 2015 pukul 06.15 WIB)
http://matakristal.com/pengertian-kata-baku-dan-kata-tidak-baku/ (diakses pada 13 Oktober 2015 pukul 06.30 WIB)

Senin, 05 Oktober 2015

Tugas ke-2 Bahasa Indonesia 1 #



RAGAM BAHASA (VARIASI BAHASA)


DEFINISI RAGAM BAHASA

            Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.

Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:

  • Ragam bahasa undang-undang
  • Ragam bahasa jurnalistik
  • Ragam bahasa ilmiah
  • Ragam bahasa sastra

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
1.      Ragam lisan yang antara lain meliputi:
  • Ragam bahasa cakapan
  • Ragam bahasa pidato
  • Ragam bahasa kuliah
  • Ragam bahasa panggung

2.      Ragam tulis yang antara lain meliputi:
  • Ragam bahasa teknis
  • Ragam bahasa undang-undang
  • Ragam bahasa catatan
  • Ragam bahasa surat
Berdasarkan hubungan antarpembicara atau akrab tidaknya pembicara, ragam bahasa dibedakan atas:
  • Ragam bahasa resmi
  • Ragam bahasa akrab
  • Ragam bahasa agak resmi
  • Ragam bahasa santai
  • dan sebagainya


PENGERTIAN RAGAM ILMIAH

            Ilmiah itu merupakan kualitas dari tulisan yang membahas persoalan-persoalan dalam bahasa Indonesia bidang ilmu tertentu. Kualitas keilmuan itu didukung juga oleh pemakaian bahasa dalam ragam ilmiah. Jadi, ragam bahasa ilmiah itu mempunyai sumbangan yang tidak kecil terhadap kualitas tulisan ilmiah. Ragam ilmiah merupakan pemakaian bahasa yang mewadahi dan mencerminkan sifat keilmuan dari karya ilmiah. Sebagai wadah, ragam ilmiah harus menjadi ungkapan yang tepat bagi kerumitan (sofistifikasi) pemikiran dalam karya ilmiah. Dari pemakaian ragam itu juga bukan saja tercermin sikap ilmiah, melainkan juga kehati-hatian, kecendekiaan, kecermatan,  ke   bijaksanaan (wisdom), dan kecerdasan  dari penulisnya.

            Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi media yang efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan.

KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH

Karakteristik ragam bahasa ilmiah ialah:

1.      Mencerminkan sikap ilmiah,
Sikap ilmiah yang harus tercermin dalam ragam ilmiah ialah sikap objektif, jujur, hati-hati, saksama, dan tidak ‘bombastis’. Ragam ilmiah bersifat cendekia (intelektual), artinya bahasa Indonesia ragam ilmiah itu dapat digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis, yaitu mampu membentuk pernyataan yang tepat dan saksama.

2.      Transparan,
Ragam ilmiah  bersifat transparan dalam arti kata-kata itu membawa pembaca langsung ke maknanya; kata-kata yang digunakan hendaknya tidak bermakna ganda (ambigu). Kata-kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang denotatif bukan konotatif.

3.      Lugas,
Bahasa ragam ilmiah bersifat lugas, dalam arti menggambarkan keadaan atau fakta sebagaimana  adanya. Ragam ilmiah tidak berbunga-bunga penuh ornamen seperti ragam bahasa sastra. Ragam ilmiah tidak berputar-putar dalam menuju ke satu tujuan, bahasa ragam ilmiah langsung menuju ke sasaran, langsung ke pokok masalah.

4.      Menggunakan paparan (eksposisi) sebagai bentuk karangan yang utama.
Bentuk karangan  utama yang digunakan dalam tulisan ilmiah ialah paparan atau eksposisi, dan dapat diselingi deskripsi,  argumentasi, narasi. Dalam tulisan ilmiah ada sesuatu yang perlu dideskripsikan, kadang diceritakan, atau beberapa definisi diperbandingkan dan dibahas secara lebih tepat. Seperti yang sudah disebutkan, dalam paparan banyak digunakan definisi, klasifikasi atau analisis.

5.      Membatasi pemakaian majas (figures of speech),
Berbeda dengan tulisan ragam sastra, dalam ragam ilmiah pemakaian majas dibatasi. Majas itu sebenarnya juga menjelaskan, tetapi lebih mengacu pada imajinasi daripada realitas. Dalam ragam sastra, majas dapat menumbuhkan “keremang-remangan” suatu hal yang kadang memang diupayakan dalam karya sastra yang berbentuk puisi. Mengapa majas hanya dibatasi dan tidak disingkirkan? Karena dalam ragam bahasa ilmiah terdapat kata atau istilah yang sebenarnya semula berupa majas, misalnya mewatasi, melahirkan, membuahkan.

6.      Penulis menyebut diri sendiri sebagai orang ketiga (penulis, peneliti),
Dalam ragam ilmiah, penyebutan penulis bukan aku atau saya melainkan penulis atau dalam hal laporan hasil penelitian, peneliti, atau kalimat-kalimatnya menggunakan bentuk pasif, sehingga penyebutan penulis dapat dilesapkan.

7.      Sering menggunakan definisi, klasifikasi, dan analisis,

8.      Bahasanya ringkas tetapi padat,
Ragam bahasa ilmiah bersifat ringkas berpusat pada pokok permasalahan. Kalimat-kalimatnya harus hemat, tidak terdapat kata-kata yang mubazir. Namun kalimat-kalimatnya  harus lengkap, bukan penggalan kalimat.

9.      Menggunakan tata cara penulisan, dan format karya ilmiah secara konsisten (misalnya dalam merujuk sumber dan menyusun daftar pustaka),
Ragam bahasa ilmiah harus mengikuti tata tulis karya ilmiah yang standar. Misalnya penggunaan salah satu sistem penulisan rujukan atau catatan kaki  diterapkan secara konsisten, demikian pula dalam menyusun daftar pustaka.


10.  Dan menggunakan bahasa indonesia baku.
Pemakaian bahasa dalam tulisan ilmiah termasuk pemakaian bahasa dalam situasi resmi. Pemilihan kata (diksi) harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu ketepatan, kebakuan, keindonesiaan, dan kelaziman. Dalam prinsip ketepatan, kata yang dipilih secara tepat sesuai dengan yang dimaksudkan. Prinsip kebakuan menekankan pemakaian kata baku. Prinsip keindonesiaan menyarankan penggunaan kata-kata bahasa Indonesia. Prinsip kelaziman, menyarankan penggunaan kata-kata yang sudah umum.




REFERENSI

-         Pendahuluan KBBI edisi ketiga.
-      MeAcham, Marjorie and Janie Rees-Miller. 2001. Language in social contexts. Boston: Bedford/St. Martin's.