KALIMAT EFEKTIF
K
|
alimat efektif adalah kalimat yang dapat
mengungkapkan maksud penutur atau penulis
secara tepat sehingga maksud itu dapat dipahamioleh pendengar atau
pembicara secara tepat pula. Dengan kata lain kalimat efektif adalah kalimat
yang dapat mencapai sasarannya dengan baik sebagai alat komunikasi.
Kalimat efektif memiliki diksi (pilihan
kata)yang tepat, tidak mengalami
kontaminasi frasa , sesuai ketentuan
EYD, baik penulisan tanda baca dan penulisan kata.Untuk dapat mencapai keefektifan tersebut, kalimat efektif harus
memehuhi paling tidak enam syarat,
yaitu adanya:
(1) Kesatuan
Kesatuan dalam kalimat
efektif adalah dengan adanya ide pokok (S dan P) sebagai kalimat yang jelas
.
Contoh :
· Bagi yang tidak
berkepentingan dilarang masuk .(salah)
K P
·
Yang tidak
berkepentingan dilarang masuk. (benar)
S P
(2) Kepaduan
Kepaduan terjadinya hubungan yang padu antara unsur-unsur
pembentuk kalimat. Yang termasuk unsur pembentuk kalimat adalah kata , frasa,
tanda baca, dan fungsi sintaksis S-O-O-Pel-Ket. Kepaduan juga menyangkut
pemakaian kata tugas yang tepat.
Contoh :
· Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki
surat izin mengemudi .(tidak mempunyai
subjek/ subjeknya tidak jelas). (salah)
· Setiap pengemudi mobil
harus memiliki surat izin mengemudi (subjeknya sudah jelas).(benar)
·
Kami telah
membicarakan tentang hal itu.(salah)
·
Kami telah
membicarakan hai itu. (benar)
(3) Keparalelan
Keparalelan
adalah pemakaian bentuk gramatikal yang sama untuk bagian-bagian kalimat
tertentu.Umpamanya alam sebuah perincian,jika unsur pertama menggunakan verba
(kata kerja) dan seterusnya juga harus
verba .Jika unsur pertamanya nomina (kata benda), bentuk berikutnya juga harus
nomina.
Contoh :
· Kami telah merencanakan membangun pabrik,
membuka hutan, pelebaran jalan desa, dan membuat tali air. (salah)
· Kakakmu menjadi dosen
atau sebagai pengusaha ? (salah)
· Kakakmu menjadi dosen
atau menjadi pengusaha ? (benar)
(4) Ketepatan
Ketepatan
adalah kesesuain/ kecocokan pemakaian
unsur- unsur yang membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian yang
bulat dan pasti.
Contoh
:
· Karyawan teladan itu
memang tekun belajar dari pagi sehingga petang. (salah)
· Karyawan teladan itu
memang tekun belajar dari pagi sampai petang. (benar)
(5) Kehematan
Kehematan yaitu hemat pemakaian kata atau kelompok kata.Dengan kata lain tidak mengalami gejala bahasa pleonasme.Dengan hemat kata, diharapkan kalimat menjadi padat berisi.
Kehematan yaitu hemat pemakaian kata atau kelompok kata.Dengan kata lain tidak mengalami gejala bahasa pleonasme.Dengan hemat kata, diharapkan kalimat menjadi padat berisi.
Contoh
:
· Hanya ini saja yang
dapat saya berikan. (salah)
· Hanya ini yang dapat saya berikan.(benar)
· Ini saja yang
dapat saya berikan. (benar)
(6) Kelogisan
Kelogisan di sini adalah terdapatnya arti kalimat yang logis/ masuk akal. Supaya efektif, kata-kata dalam sebuah kalimat tidak boleh menimbulkan makna ambigu (ganda) atau tidak boleh mengandung dua pengertian.
Kelogisan di sini adalah terdapatnya arti kalimat yang logis/ masuk akal. Supaya efektif, kata-kata dalam sebuah kalimat tidak boleh menimbulkan makna ambigu (ganda) atau tidak boleh mengandung dua pengertian.
Contoh
:
- Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-57.(salah)
- Alasan : Seolah-olah ada 57 negara Republik Indonesia.
- Heri kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia. (benar)
- Kepada Bapak Gubernur waktu dan tempat kami persilahkan.(salah)
- Alasan : Waktu dan tempat tidak mungkin kami persilahkan.
- Bapak Gubernur kami persilahkan. (benar)
Kesalahan Dalam Kalimat
Kesalahan dalam kalimat
meliputi Kesalahan Struktur, Kesalahan Diksi, dan Kesalahan Ejaan.
Kesalahan Struktur
Aktif dan Pasif
Contoh:
a. Saya sudah
katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baikdan benar itu tidak mudah. (kalimat tidak
benar)
b.Saya sudah mengatakan bahwa berbahasa Indonesia denganbaik dan benar itu
tidak mudah. (kalimat perbaikan)
c.Sudah saya katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan
baikdan benar itu tidak
mudah. (kalimat perbaikan)
Kalimat (a)
menimbulkan ketaksaan; unsur manakah yang menjadi subjek kalimat itu. Apakah
Saya atau bahwa berbahasa
Indonesia denganbaik dan benar itu tidak
mudah Jika Saya sebagai subjek, verba pengisi predikat kalimat (a)
tidak benar. Verba itu seharusnya berbentuk aktif,yang ditandai oleh
awalan meng-, karena subjek kalimat berperan sebagai pelaku. Jadi, kalimat (a) dapat diperbaiki menjadi kalimat aktif dengan menambahkan
awalan meng- pada verba katakan, seperti kalimat (b). Jika subjek kalimat (a) adalah bahwa berbahasa edikat kalimat
(a) tidakbenar. Predikat kalimat (a)
seharusnya berbentuk pasif. Predikat pasif yang berlaku pronomina (saya) ditandai oleh bentuk verba tanpa awalan
di- yang
mendahului pronominal. Di antara verb dan pronomina itu tidakdisisipkan unsur lain. Jadi dengan memindahkan
kata sudah ke depan pronominal, kalimat (a) menjadi kalimat pasif yang
benar seperti kalimat(c).
Subjek dan keterangan
Contoh:
a.Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok
tidakmemutuskan
tempat penyelenggaraan koferensi berikutnya.(kalimat tidak benar)
b.Konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidakmemutuskan tempat
penyelenggaraan konfeerensi berikutnya.(kalimat perbaikan)
c.Dalam onferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok
tidak diputuskan
tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya.(kalimat perbaikan)
Kalimat
(a) menimbulkan ketaksaan; apakah unsurdalam konferensi
tingkat tinggi negara-negara nonblok itu menjadi subjek? Jika unsur itu sebagai subjek, maka kata dalam yang
mengawasi kalimat itu ditiadakan,
seperti pada kalimat (b). Jika unsur itu sebagai keterangan bukan sebagai
subjek, maka pemakaian kata dalam di awal itu benar.Kemudian kalimat itu harus diubah menjadi bentuk
pasif karena dalamkalimat itu tidak ditemukan pelakunya. Pengubahan itu dapat
dilakukandengan mengubah verba
predikat yang berawalan meng- itu menjadiberawalan di- seperti dalam
kalimat (c).
Pengantar Kalimat dan
Predikat
Contoh:
·
Menurut
ahli geologi itu menyatakan bahwa perembesan air laut telah sampai di
wilayah Jakarta Pusat. (kalimat tidak benar)
Kalimat di atas terdiri dari dua bentuk kalimat yang
disatukan saja,
yaitu sebagai berikut:
a. Ahli geologi itu
menyatakan bahwa perembesan air laut telahsampai di wilayah Jakarta Pusat.
b. Menurut ahli
geologi itu, perembesan air laut telah sampai diwilayah Jakarta Pusat.
Jika ahli geologi itu sebagi subjek kalimat (b),
penggunaan katamenurut itu tidak tepat karena subjek tidak didahului preposisi
seperti itu. Jika memang menurut ahli
geologi sebagai keterangan, yang berupauangkapan pengantar kalimat,
perkataan menyatakan bahwa tidak tepat.Perkataan itu ditiadakan dan predikat
kalimat itu adalah telah sampai dansubjeknya perembesan air laut (lihat kalimat
c).
Kalimat Majemuk Setara
dan Majemuk Bertingkat
Kesalahan dalam bagia
ini disebabkan penggunaan dua kata sambung yang seolah-olah
merupakan konjungsi yang korelatif.Pemakaian konjungsi itu menyebabkan
ketaksaan gagasan yangdituangkan dalam kalimat majemuk setara atau kalimat
majemukbertingkat.
Contoh:
·
Meskipun
kita tidak menghadapi musuh, tetapi kita harusselalu waspada. Jika unsur pertama (meskipun
kita tidak menghadapi musuh) itu merupakan
keterangan, kalimat di atas merupakan kalimat majemuk bertingkat.
Unsur pertama itu
merupakan anak kalimat yang menyatakan pertalian konsesif, sedangkan unsur
kedua merupakan induk kalimat yangberisi informasi/gagasan pokok. Dengan
demikian, penggunaan konjungsi tetapi tidak
tepat. Kata itu harus ditiadakan karena induk kalimat tidakdidahului oleh
konjungsi.
Jadi,
kalimat a dapat diperbaiki menjadi kalimat majemuk bertingkat seperti kalimat a, b atau c
sebagai berikut.
a.Meskipun
kita tidak menghadapi musuh, kita harus
selaluwaspada.
b. Meskipun tidak menghadapi musuh, kita harus selalu
waspada.c.Kita harus selalu waspada meskipun tidak menghadapi musuh
Induk Kalimat dan Anak
Kalimat
Ini adalah kesalahan
dalam kalimat majemuk bertingkat yang disebabkan oleh ketidak jelasan
unsur-unsurnya. Bagian mana yang menjadi induk kalimat dan
bagian mana yang menjadi anak kalimat.
Contoh:
·
Nilai
yang didapatkan lebih besar dari batas penolakan,maka hipotesis nilai ditolak.
Kalimat di atas terdiri
dari dua unsur, yaitukarena nilai yangdidapatkan lebih besar
dari batas penolakan dan maka hipotesis nihil ditolak . Unsur pertama diawali kata karena yang menyatakan pertalian sebab dan unsur kedua
diawali dengan maka yang
menyatakan pertalian akibat. Dengan
demikian, kedua unsur itu merupakan anak kalimat dan tidak mempunyai induk kalimat. Salah satu
konjungsi harus ditidakansupaya satu dari dua unsur itu menjadi induk
kalimat.
a.Karena nilai yang didapatkan lebih besar dari batas
penolakan,hipotesis
nihil ditolak, hipotesis nihil ditolak.
b.Hipotesis nihil ditolak karena nilai yang didapatkan
lebih besardari
datas penolakan.
Kesalahan Diksi
Diksi adalah bidang pemilihan kata supaya
kalimat yang dihasilkanmemenuhi sarat
sebagai kalimat yang baik. Kesalahan diksi ini meliputikesalahan kalimat
yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan kata.
Adapun peranti-peranti diksi adalah sebagai
berikut:
1. Peranti Kata
Berdenotasi dan Berkonotasi
Denotasi adalah kata
yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan tambahan makna tertentu.
Makna denotatif disebut juga makna sebenarnya. Contoh: Kursi: peranti untuk
duduk.
Konotasi adalah makna yang
mengandung arti tambahan, perasaan tertentu. Selain itu, makna konotatif adalah
makna kias, bukan makna sesungguhnya. Contoh: memanjatkan, memenuhi
persyaratan.
2. Peranti Kata
Bersinonim dan Berantonim
Bersinonim adalah dua
kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapannya atau lafalnya,
tetapi memiliki makna sama atau hampir sama. Contoh: hamil, mengandung,
bunting.
Berantonim adalah
bentuknya memiliki makna yang tidak sama atau bertentangan dengan makna
lainnya. Contoh: panas dan dingin, kaya dan miskin.
3. Peranti Kata Bernilai
Rasa
Pertimbangan untuk
memilih bentuk kebahasaan tertentu dianggap atau dirasa. Contoh: wanita dan
perempuan. Alasannya, perempuan tidak memiliki nilai rasa.
4. Peranti Kata Konkret
dan Abstrak
Kata-kata yang
sifatnya konkret itu melambangkan atau menyimbolkan sesuatu yang menunjuk pada
kata-kata yang dapat diindera. Contoh: meja dan kursi, sedangkan abstrak
merupakan kata-kata yang tidak dapat diindera atau menunjuk pada konsep dan
gagasan. Contoh: pembodohan dan kemiskinan.
5. Peranti Keumuman dan
Kekhususan Kata
Kata-kata umum ialah
kata-kata yang lebih luas ruang lingkupnya. Contoh: banyak korban. Kata-kata khusus ialah kata-kata yang
sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks pemakaiannya. Contoh: 200 pria dan
100 perempuan serta 50 remaja.
6. Peranti Kelugasan Kata
Kata-kata yang lugas
adalah kata-kata yang sekaligus ringkas, tidak merupakan frasa panjang, tidak
mendayu-dayu dan sama sekali tidak berbelit-belit. Contoh: yang keasing-asingan
= asing.
7. Peranti Penyempitan
dan Perluasan Makna Kata
Penyempitan makna
apabila di dalam kurun waktu tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas
ke makna yang sempit. Contoh: Pendeta (orang yang berilmu→guru agama Kristen
atau Pengkhotbah Kristen). Perluasan makna terjadi semula sempit ke makna yang
lebih luas. Contoh: Bapak (panggilan seorang anak kepada ayahnya→panggilan
seorang pemimpin di kantor atau seorang laki-laki dewasa).
8. Peranti Keaktifan dan
Kepasifan Kata
Kata-kata aktif ialah
kata-kata yang banyak digunakan oleh tokoh masyarakat. Contoh: selubung.
9. Peranti Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi ialah
perubahan makna dari yang lama ke yang baru. Contoh: sangkil dan mangkus
menjadi efektif dan efisien. Peyorasi
ialah perubahan makna dari yang baru kembali
ke yang lama.
10. Peranti Kesenyawaan Kata
Bentuk idiomatis atau
bentuk bersenyawa ialah antara kata yang satu dengan kata yang lain itu
berhubungan erat, lekat, dan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apapun juga.
Contoh: sesuai dengan, disebabkan oleh.
11.
Peranti Kebakuan dan Ketidakbakuan Kata
Pembakuan bahasa
menjadikan bahasa Indonesia semakin bermartabat. Akan tetapi, syarat untuk
dicapainya cita-cita itu adalah bahwa bahasa baku bahasa Indonesia ini harus
benar-benar mantap dan stabil.
Kesalahan-Kesalahan Penulisan Diksi termasuk Kata
· Diinterpretasikan
Pada jurnal yang
dianalisis terdapat kata diinterpretasikan. Interpretasi, termasuk
kesalahan diksi dalam peranti kelugasan dan ketidaklugasan kata, karena tidak
semua masyarakat dapat memahaminya. Diinterpretasikan,
seharusnya ditulis: Ditafsirkan
· Praktek
Pada jurnal yang
dianalisis terdapat kata praktek. Praktek termasuk kesalahan diksi dalam
peranti kebakuan dan ketidakbakuan kata. Praktek, seharusnya ditulis:
Praktik
· Tauladan
Pada jurnal yang
dianalisis terdapat kata tauladan. Tauladan termasuk kesalahan
diksi dalam peranti kebakuan dan ketidakbakuan kata. Tauladan, seharusnya
ditulis: teladan
KESALAHAN EJAAN
Ejaan ialah pelambangan
fonem dengan huruf (Badudu, 1985:31). Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan
bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu
dinamakan huruf. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.
Selain pelambangan fonem
dengan huruf, dalam sistem ejaan termasuk juga 10 ketetapan tentang bagaimana
satuan-satuan morfologi seperti kata dasar, kata ulang, kata majemuk, kata
berimbuhan dan partikel-partikel dituliskan, juga ketetapan tentang bagaimana
menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat dengan pemakaian tanda-tanda baca
seperti titik, koma, titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda
seru.
Ejaan didasarkan pada
konvensi semata-mata, jadi lahir dari hasil persetujuan para pemakai bahasa
yang bersangkutan. Ejaan itu disusun oleh seorang ahli bahasa atau oleh suatu
panitia yang terdiri atas beberapa orang ahli bahasa, kemudian disahkan atau
diresmikan oleh pemerintah. Masyarakat pemakai bahasa mematuhi apa yang telah
ditetapkan itu. Ejaan yang kita pakai dewasa ini disebu Ejaan yang
Disempurnakan yaitu ejaan yang telah disusun oleh Lembaga Bahasa Nasional
(LBN). Ejaan yang sudah disusun itu kemudian ditinjau kembali sebelum disahkan
oleh pemerintah. Sebelum ini, ejaan yang kita pakai ialah Ejaan Soewandi (Ejaan
Republik) dan ejaan ini pun merupakan Ejaan van Ophuysen yang disempurnakan.
Penggunaan ejaan sesuai ejaan yang disempurnakan
a) Penggunaan kata depan “di”, “ke”,
dan“dari”.
Kata depan “di”,
“ke”, dan “dari” ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata
seperti “kepada” dan “daripada”.
Contoh yang dipisah:
1. Kain itu terletak di dalam lemari.
2. Ke mana saja ia selama ini?
3. Ia datang dari surabaya kemarin.
b) Awalan “di-/ke-” dan
kata depan “di/ke”
Untuk
menunjukan preposisi:
No
|
Benar
|
Salah
|
No
|
Benar
|
Salah
|
1
|
di antara
|
Diantara
|
19
|
di sekitar
|
disekitar
|
2
|
di atas
|
Diatas
|
20
|
di seluruh
|
diseluruh
|
3
|
di bawah
|
Dibawah
|
21
|
di sini
|
disini
|
4
|
di belakang
|
Dibelakang
|
22
|
di situ
|
disitu
|
5
|
di dalam
|
Didalam
|
23
|
di sisi
|
disisi
|
6
|
di depan
|
Didepan
|
24
|
di tanah
|
ditanah
|
7
|
di kanan
|
Dikanan
|
25
|
di tepi
|
ditepi
|
8
|
di kiri
|
Dikiri
|
26
|
di tengah
|
ditengah
|
9
|
di hadapan
|
Dihadapan
|
27
|
di tengah-tengah
|
ditengah-tengah
|
10
|
di mana
|
Dimana
|
28
|
di tiap-tiap
|
ditiap-tiap
|
11
|
di muka
|
Dimuka
|
29
|
ke atas
|
keatas
|
12
|
di pusat
|
Dipusat
|
30
|
ke bawah
|
kebawah
|
13
|
di rumah
|
Dirumah
|
31
|
ke belakang
|
kebelakang
|
14
|
di samping
|
Disamping
|
32
|
ke depan
|
kedepan
|
15
|
di sana
|
Disana
|
33
|
ke kanan
|
kekanan
|
16
|
di sebelah
|
Disebelah
|
34
|
ke kiri
|
kekiri
|
17
|
di seberang
|
Diseberang
|
35
|
ke mana
|
kemana
|
18
|
di sekeliling
|
Disekeliling
|
36
|
ke sana
|
kesana
|
Kata depan “di”
akan memiliki arti berbeda jika ditulis terpisah. Kata-kata ini khusus untuk
kata dasar yang dapat berfungsi sebagai kata benda (petunjuk tempat) sekaligus
kata kerja. Berikut beberapa contohnya:
1.
Dilanggar
= bertubrukan
2.
Di
langgar = tempat mengaji atau solat.
3.
Dibalik
= bentuk pasif dari membalik
4.
Di
balik = dibagian sebaliknya
5.
Dikarantina =
bentuk pasif dari mengkarantina
6.
Di karantina = di
(tempat) karantina
c) Kata Ganti “ku”,”kau”,
“mu”, dan “nya”
Kata ganti “ku” dan “kau” ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya; “ku”, “mu”, dan “nya” ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya.
Contohnya:
· Apa yang kumiliki
boleh kauambil
· Bukuku, bukumu,
dan bukunya tersimpan di perpustkaan.
d) Partikel
1. Partikel “–lah”, “-kah”, dan “–tah”
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contohnya:
· Bacalah buku
itu baik-baik.
· Apakah semuanya
baik-baik saja?
· Apatah gunanya
harta benda bertumpuk jika jiwa kita menderita?
2. Partikel “pun” kadang dipisah kadang disambung. Jika
partikel pun yang berpadanan dengan kata ‘saja’/’juga’, maka
penulisannya dipisah (kabar pun, saya pun). Bentuk ‘pun’
yang sudah dianggap padu harus ditulis serangkai. Berikut contoh partikel “pun”
yang ditulis terpisah dan digabung.
Contoh
yang dipisah:
· Jika ayah pergi, saya pun
ingin pergi.
· Jangankan bertemu, memberi
kabar pun tidak pernah.
Contoh daftar partikel
“pun” yang digabung:
Benar
|
Salah
|
Adapun
|
Ada pun
|
Andaipun
|
Andai pun
|
Apapun
|
Apa pun
|
Ataupun
|
Atau pun
|
Bagaimanapun
|
Bagaimana pun
|
Biarpun
|
Biar pun
|
Itupun
|
Itu pun
|
Kalaupun
|
Kalau pun
|
Kendatipun
|
Kendati pun
|
Manapun
|
Mana pun
|
Maupun
|
Mau pun
|
Meskipun
|
Meski pun
|
Siapapun
|
Siapa pun
|
Sungguhpun
|
Sungguh pun
|
Walaupun
|
Walau pun
|
e) Penggunaan Kata
Penghubung “tetapi”,”akan tetapi”, dan “namun”
Perhatikan dengan seksama kalimat
berikut ini!
1. Banyak wanita cantik. Tetapi tidak
banyak yang menjadi seorang diva.
2. Wajah Tamara agak pucat, namun dia
tetap tampil dengan senyuman.
Pemakaian kata penghubung “tetapi”
dan “namun” pada kalimat-kalimat di atas secara baku tidak tepat. Memang,
bahasa dalam media massa kadang-kadang kurang memperhatikan kaidah tata bahasa
yang baku.
Penggunaan
kata penghubung yang benar adalah sebagai berikut:
1. Banyak wanita cantik, tetapi tidak banyak yang menjadi
seorang diva.
2. Banyak wanita cantik. Akan
tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
3. Wajah Tamara agak
pucat. Namun dia tetap tampil dengan senyuman.
Kata penghubung “tetapi” merupakan kata penghubung
intrakalimat. Kata penghubung “akan tetapi” dan “namun” merupakan
kata penghubung antarkalimat.
f) Penggunaan Kata
Penghubung “ialah”, dan ” yaitu”
Kata “ialah” digunakan sebagai kata penghubung di antara
dua penggal kalimat yang menegaskan perincian atau penjelasan atas penggal yang
pertama itu.
Contohnya:
- Yang perlu dikerjakan sekarang ialah membawa korban ke rumah sakit.
Kata “yaitu” digunakan sebagai kata penghubung yang
digunakan untuk memerinci keterangan kalimat.
Contohnya:
- Yang pergi tahun ini dua orang, yaitu dia dan saya.
g) Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang
bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
· Ayahku tinggal di
Solo.
· Biarlah mereka duduk
di sana.
· Dia menanyakan siapa
yang akan datang.
Catatan: Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang
unsur akhirnya sudah bertanda titik.
Misalnya:
· Buku itu disusun oleh
Drs. Sudjatmiko, M.A.
· Dia memerlukan meja,
kursi, dsb.
· Dia mengatakan, “kaki
saya sakit.”
b.
Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:
· Saputra S. Ibrahim
· George W. Bush
Tetapi apabila nama ditulis itu ditulis lengkap, tanda titik
tidak dipergunakan. Contohnya: Kania Sutisna Winata
c. Tanda titik dipakai di
belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
c.1
III. Departemen Pendidikan Nasional
A.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2.
…
c.2
1. Patokan Umum
1.1
Isi Karangan
1.2
Ilustrasi
1.2.1
Gambar Tangan
Catatan:
Tanda titik tidak
dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka
atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
d. Tanda titik dipakai
untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35
menit, 20 detik)
Catatan: Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu
cara berikut:
(1) Penulisan waktu dengan
angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore,
atau malam.
Misalnya:
a) pukul 9.00 pagi
b) pukul 11.00 siang
(2) Penulisan waktu dengan
angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
a) pukul 00.45
b) pukul 07.30
c) pukul 22.00
e.
Tanda titik dipakai
untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
a)
1.35.20 jam (1 jam, 35
menit, 20 detik)
b)
0.20.30 jam (20 menit,
30 detik)
c)
0.0.30 jam (30 detik)
f. Tanda titik dipakai
dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Alwi,
Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab
dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
Catatan:
Urutan
informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.
g. Tanda titik dipakai
untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
1. Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
2. Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri
12.000 orang.
3. Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
a. Dia lahir pada tahun
1956 di Bandung.
b. Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
a.
Acara Kunjungan
Menteri Pendidikan Nasional
b.
Bentuk dan Kedaulatan
(Bab I UUD 1945)
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama
dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di
belakang tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
(4) Tanda titik dipakai
untuk pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan decimal.
Misalnya:
Rp
600.000,00
8.750
m
2. Tanda Garis Miring
a. Tanda garis miring
dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
Misalnya:
- No. 7/PK/2008
- Jalan Kramat III/10
b.
Tanda garis miring
dipakai sebagai pengganti kata “atau”,
“tiap”, dan “ataupun.”
Misalnya:
· Dikirimkan lewat
darat/laut: dikirimkan lewat darat atau lewat laut.
· Harganya Rp
1.500,00/lembar: harganya rp1.500,00 tiap lembar.
· Tindakan penipuan
dan/atau penganiayaan: tindakan penipuan dan
penganiayaan, tindakan penipuan,
ataupun tindakan penganiayaan.
Catatan:
Tanda garis miring
ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat
untuk memudahkan pembacaan naskah.
3. Tanda Kurung
a.
Tanda kurung dipakai
untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Catatan: Dalam
penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
Misalnya:
Saya sedang mengurus
perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam
berbagai keperluan.
b. Tanda kurung dipakai
untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal
di Bali) ditulis pada tahun 1962.
c.
Tanda kurung dipakai
untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Pejalan
kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
d. Tanda kurung dipakai
untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya
produksi, dan (c) tenaga kerja.
Catatan:
Tanda kurung tunggal
dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang
disusun ke bawah.
Misalnya:
Kemarin kakak saya
membeli:
1)
buku,
2)
pensil, dan tas sekolah.
Samahalnya dengan
tanda garis miring, tanda kurung pun bila mengapit suatu kata. Menempatkannya
tidak memakai spasi baik diawal sebelum kata, maupun sesudah kata yang diapit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar